Surat Leo Tolstoy untuk “Saudara Tionghoa”
Oleh:
Nataly Teplitsky, Staf Epoch Times Rusia
(Erabaru.or.id)
- Sepucuk surat yang ditulis Leo Tolstoy seabad yang
lalu untuk seorang saudara yang tinggal di Tiongkok ternyata
masih relevan dengan keadaan sekarang. Apa yang digambarkan
sastrawan besar dari Rusia itu kini masih terjadi, bahkan
dengan tingkat yang lebih parah.
Nyaris terlupakan. Ada sepucuk surat unik, dimana
saya mendapatkannya di sebuah buku antik yang dicetak oleh The Free
Age Press, Christchurch pada 1900 di London. Ketepatan dan urgensinya
benar-benar sangat menakjubkan dan sangat relevan dengan situasi
sekarang ini, seakan surat tersebut baru saja ditulis kemarin bukannya
seabad yang silam.
Surat ini ditulis pada tahun 1899 oleh seorang
sastrawan terbesar sepanjang masa asal Rusia, Leo Nikolayevich Tolstoy
(1829-1910), pengarang buku War and Peace dan Anna Karenina yang
terkenal itu.
“Surat untuk Seorang Saudara Tionghoa”
demikian judul surat tersebut, bercerita sebagai berikut :
Individu-individu dan masyarakat senantiasa dalam keadaan yang tidak
menentu dari satu masa ke masa yang lain, namun ada saat dimana
perubahan baik individu maupun masyarakat secara khusus akan muncul
dan terungkap dengan jelas.
Lebih lanjut Tolstoy menuliskan:
Perubahan ini mencakup perlunya kebebasan diri mereka sendiri dari
kuasa manusia yang semakin menjadi tak tertahankan …
Tolstoy kemudian menjelaskan tentang idenya bahwa tugas mulia ini
memang harus ditunaikan oleh negara-negara Timur.
Negara-negara Timur ditempatkan demi tujuan ini pada masa-masa yang
menyenangkan… tanpa harus menghilangkan keyakinan akan pentingnya
hukum Surgawi atau Tuhan… hukum Tao.
Salah satu pesan yang diberikan oleh Leo Tolstoy
didalam “Surat untuk Seorang Saudara Tionghoa” antara
lain:
Kamu harus membebaskan diri kamu sendiri dari tuntutan yang tidak
masuk akal dari Pemerintahanmu yang meminta kamu berbuat berlawanan
dengan ajaran moral dan hati nurani kamu
Hanya mengikuti kebebasan yang sesuai dengan cara
hidup yang rasional, yaitu Tao dan mereka sendiri akan dimusnahkan
semua bencana yang disebabkan oleh pejabat kamu menyebabkan kamu….
Kamu akan membebaskan dirimu sendiri dari pejabatmu dengan tidak
memenuhi permintaan mereka dan terlebih lagi, tidak mematuhi, kamu
akan menghapus dukungan pada tindakan penganiayaan dan saling merampas.
Kalau kita cermati, kata-kata tersebut benar-benar
mendalam dan penuh ramalan! Dan amat sesuai dengan keadaan saat
ini sedang terjadi di negeri China!
Apabila bangsa Tionghoa dapat terus hidup, seperti
mereka, mereka hidup seperti semula, sebuah kehidupan industri pertanian
yang damai, tingkah laku mereka mengikuti prinsip tiga agama mereka:
Konfusius, Tao, dan Buddha, ketiganya di dalam dasar mereka dengan
tepat: Konfusius didalam kebebasan dari semua penguasa manusia,
Tao tidak melakukan kepada orang lain apa yang tidak diinginkan
terjadi pada diri sendiri, dan Buddha dalam belas kasih kepada semua
manusia dan semua makhluk hidup, dan itu akan memusnahkan semua
bencana yang sekarang mereka derita, dan tidak ada Kuasa yang mampu
mengalahkan mereka.
Sulit dibayangkan oleh Tolstoy bahwa lebih dari
seratus tahun orang-orang Tionghoa masih menderita “semua
bencana yang digambarkannya itu…”
Pada momen sejarah yang sangat penting ini di dalam
sejarah China, kata-kata Leo Tolstoy tersebut terdengar seperti
suara yang membangunkan orang dari tidurnya, dan memberi semangat
bagi rakyat China untuk menelusuri kembali sejarah dan budayanya
yang agung, serta membuyarkan mimpi buruk dan penderitaan yang disebabkan
oleh kejahatan partai komunis.
Agar dapat membebaskan diri sendiri dari iblis,
seseorang tidak seharusnya melawan konsekuensinya: kekejaman yang
dilakukan oleh Pemerintah, perampasan dan penyitaan negara tetangga,
-tetapi dengan akar iblis; dengan hubungan dimana manusia meletakkan
diri mereka sendiri kepada penguasa manusia. Apabila manusia mengakui
kuasa manusia lebih tinggi dari kekuasaan Tuhan, lebih tinggi dari
Hukum (Tao), maka manusia akan selalu menjadi budak dan lebih lagi,
semakin rumit kekuasaan organisasi mereka… yang mana mereka
adakan dan yang mereka ajukan. Hanya orang-orang itu dapat bebas
untuk orang yang memiliki hukum Tuhan (Tao) adalah satu-satunya
hukum tertinggi dimana semuanya harus direndahkan.
Bagaimanapun surat yang ditulis Tolstoy merupakan
ramalan yang kini sedang terjadi di China, dimana kekuasaan komunis
selama lebih dari 55 tahun telah membuat rakyatnya menderita dan
merana. Tidak ada kebebasan menganut agama atau kepercayaan yang
diyakininya. Latihan kultivasi Falun Gong yang sangat bermanfaat
untuk kesehatan jiwa dan raga pun dilarang. Semua harus tunduk di
bawah kebudayaan partai yang tak sesuai dengan hati nurani.
(Sumber:www.theepochtimes.com)
Sastrawan Besar, Pembaharu Moral
Bagi jagad sastra dunia, nama Leo Nikolayevich
Tolstoy yang hidup pada abad ke-19 hingga awal abad ke-20, sudah
tak asing lagi. Karya-karya novelis asal Rusia ini sudah tersebar
luas, dan telah diterjemahkan ke berbagai bahasa asing, serta menjadi
acuan bagi studi sastra kontemporer. Ia juga dikenal sebagai empu
sastra realis karena karyanya berpijak dari realitas sosial.
Pandangannya tersebut justru telah menghadapkan
banyak karyanya pada berbagai pelarangan, dan akhirnya pengucilan
dari komunitas agama tertentu. Kini reputasinya telah pulih, dan
diakui sebagai salah satu pemikir yang brilian sepanjang zaman.
Belakangan ia juga dikenal sebagai seorang tokoh pembaharuan moral
dan spiritual di negaranya.
Tolstoy memang termasuk penulis yang produktif
pada zamannya, ia menulis beberapa karya, ada dua karyanya yang
paling tersohor yakni War and Peace, dan “Anna Karenina”.
Karyanya cukup kompleks, dipenuhi dengan ratusan watak yang setiap
babak memiliki peranannya sendiri di dalam pengolahan cerita-cerita
yang dinukilkannya dalam novel itu.
Banyak kritikus sastra menganggap War and Peace
sebagai novel teragung sepanjang sejarah. Sebanyak 580 watak yang
diceritakan dalam naskah novel tersebut telah menggabungkan tokoh-tokoh
sejarah seperti Napoleon, Marat dan Alexander dari Rusia, bersama
tokoh-tokoh rekaan seperti keluarga Bezukhov, Rostov, Bolkonsky
dan Kuragin. Ia mendedahkan secara piawai problem sosial, politik,
dan tradisi masyarakat Rusia.
War and Peace menggambarkan pemikiran Tolstoy tentang
takdir dan manusia. Isaiah Berlin, mengomentari novel itu di dalam
“The Hedgehog and The Fox” pada 1953 sebagai berikut.
"Tidak ada siapapun yang dapat menandingi Tolstoy di dalam
meluangkan satu perasaan yang spesifik, satu kualitas yang tepat
mengenai sesuatu perasaan... yang dimiliki oleh satu kejadian tertentu,
oleh individu, keluarga, masyarakat dan seluruh bangsa."
Begitu juga dalam novelnya “Anna Karenina”
yang sudah difilmkan beberapa kali, Tolstoy menceritakan penderitaan
tragis seorang isteri bangsawan bernama Anna yang jatuh cinta kepada
Count Vronsky yang kembali telah membawa kegairahan dalam kehidupannya.
Karya lain Tolstoy yang kini sudah diterjemahkan
dalam bahasa Indonesia adalah “Si Kecil Filip, Pergi ke Sekolah”.
Enam puluh dongeng anak Rusia terangkum dalam buku ini. Dalam ceritanya
itu ia menanamkan kebenaran, kejujuran, keadilan, kemurahan hati,
kesetiakawanan yang sejati, kecerdikan, ketaqwaan kepada Yang Mahakuasa
serta kerelaan mengampuni kesalahan sesama, merupakan nilai-nilai
penting dalam kelangsungan hidup anak.
Itulah sebabnya, kenapa Tolstoy tidak merasa turun
bobot kepengarangannya dengan menyapa anak-anak melalui dongeng
sebagai pengantar tidur. Ia ternyata mencintai anak-anak dan sangat
memperhatikan pendidikan dan perkembangan kepribadian mereka.
Hadji Murat yang juga sudah diterjemahkan dalam
bahasa Indonesia adalah fiksi terakhir karya Tolstoy yang diterbitkan
tahun 1912. Novel ini menceritakan kisah perlawanan Hadji Murat,
seorang pemimpin Muslim yang disegani dan menjadi momok bagi tentara
Rusia.
(Fadjar, dari berbagai sumber)
Sebuah Ramalan dari Rusia Utara
Arhangersk adalah suatu negara bagian di Rusia
Utara. Iklimnya sangat dingin dan penduduknya jarang. Sudah beberapa
tahun ini, praktisi Falun Gong (Falun Dafa) memperkenalkan latihan
senam dan meditasi, serta mengklarifikasi fakta di sana. Belum lama
ini, seorang praktisi baru membawa pulang buku Zhuan Falun karangan
Master Li Hongzhi, pendiri Falun Gong.
Ibunya yang sudah berusia 80 tahun sangat terkejut
saat melihat buku itu, dan menceritakan tentang sebuah ramalan yang
amat populer selama beberapa dekade di daerah itu.
“Beberapa dekade lalu, saat saya masih muda,
di desa ada seorang lelaki tua yang selalu meramal masa depan orang.
Suatu kali dia berkata kepada saya, “Di masa mendatang umat
manusia akan ditimpa banyak bencana. Dan, akan ada berbagai macam
penyakit mengerikan serta bencana alam! Saat itu akan ada ‘seorang
yang muncul dengan roda-rodanya’. Dia datang untuk menyelamatkan
makhluk hidup. Saat itu, hanya dialah satu-satunya di seluruh dunia
ini yang melakukan hal tersebut.”
Ibu praktisi itu membuka buku Zhuan Falun lalu
berkata sambil menunjuk foto Guru Li Hongzhi, “Saat itu kata-katanya
merupakan teka-teki bagi saya. Sekarang saya telah memahaminya.
Inilah ‘seorang dengan roda’ itu, yang datang menyelamatkan
makhluk hidup, sebagaimana yang diramalkan oleh kakek tua itu! Ini
adalah buku yang bagus. Belajar dan berlatihlah kamu dengan baik.”
(Sumber:www.minghui.org)
Comments
Post a Comment