Gerakan Islam dan HAM di Tengah Kuasa Neoliberalisme
Oleh Ahmad SuaedyPerdebatan wacana Islam dan HAM yang dimulai sejak sangat awal diperdebatkannya Deklarasi Universal HAM belum selesai hingga kini (Abdullah Said et. al., 2005). Namun tidak berarti pergulatan praksis dari mereka yang menuntut implementasi HAM tidak ditemui di negara-negara yang menerapkan otoritaritariame Islam sekalipun. Sehinga belum selesainya perdebatan dalam level wacana tidak menghalangi implementasi dalam praksis di sebagian dunia Islam. Tetapi tata dunia mutakhir yang praktis berpusat pada super power yang tunggal, yaitu Amerika yang lebih khusus neoliberalisme, seolah kian menjauhkan pencarian titik temu keduanya.
Seperti watak birokrasi lainnya, menurut Stigilitz, problem mendasar dari birokrasi-birokrasi
dunia itu adalah terjadinya penyumbatan aspirasi masyarakat. Para representatif di dalam lembaga-lembag itu, termasuk PBB, tidak selalu atau bahkan sering bertentangan dengan kebutuhan dan kepentingan orang banyak di negara-negara masing-masing. BD diwakili oleh para gubernur bank sentral, sedangkan IMF diwakili menteri keuangan, sementara WTO oleh menteri perdagangan dari masing-masing negara anggota. Dengan demikian pula, kecuali negara-negara yang “secara gagah berani” menentang peran mereka seperti beberapa negara di Amerika Latin, maka hampir keseluruhan birokrasi negara di dunia adalah kepanjangan tangan dari neoliberasisme.
Comments
Post a Comment