Gerakan Islam dan HAM di Tengah Kuasa Neoliberalisme

Oleh Ahmad Suaedy

Pemanggilan Saksi
Perdebatan wacana Islam dan HAM yang dimulai sejak sangat awal diperdebatkannya Deklarasi Universal HAM belum selesai hingga kini (Abdullah Said et. al., 2005). Namun tidak berarti pergulatan praksis dari mereka yang menuntut implementasi HAM tidak ditemui di negara-negara yang menerapkan otoritaritariame Islam sekalipun. Sehinga belum selesainya perdebatan dalam level wacana tidak menghalangi implementasi dalam praksis di sebagian dunia Islam. Tetapi tata dunia mutakhir yang praktis berpusat pada super power yang tunggal, yaitu Amerika yang lebih khusus neoliberalisme, seolah kian menjauhkan pencarian titik temu keduanya.

Neoliberalisme yang secara prinsip mengedepankan nir-negara dalam pengelolaan publik khususnya ekonomi, ternyata tidak saja liar dengan berpusat pada modal-modal besar yang berpangkalan di Amerika dan Eropa melainkan mereka secara efektif menggunakan pusat-pusat birokrasi dunia yang berhulu di PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa). Joseph Stigilitz (2002), misalnya, bekas presiden Bank Dunia--penerima Anugerah Nobel bidang ekonomi tahun 2001--, menunjukkan bahwa tiga serangkai birokrasi keuangan dan pedagangan dunia yaitu Bank Dunia (BD/WB), Dana Moneter Internasional (DMI/IMF) dan Organisasi Perdagangan Dunia (OPD/WTO) setali tiga uang dengan PBB yang tidak lain, menurut Stigilitz, adalah birokrasi neoliberalisme.

Seperti watak birokrasi lainnya, menurut Stigilitz, problem mendasar dari birokrasi-birokrasi
dunia itu adalah terjadinya penyumbatan aspirasi masyarakat. Para representatif di dalam lembaga-lembag itu, termasuk PBB, tidak selalu atau bahkan sering bertentangan dengan kebutuhan dan kepentingan orang banyak di negara-negara masing-masing. BD diwakili oleh para gubernur bank sentral, sedangkan IMF diwakili menteri keuangan, sementara WTO oleh menteri perdagangan dari masing-masing negara anggota. Dengan demikian pula, kecuali negara-negara yang “secara gagah berani” menentang peran mereka seperti beberapa negara di Amerika Latin, maka hampir keseluruhan birokrasi negara di dunia adalah kepanjangan tangan dari neoliberasisme.

Stigilitz memperkirakan, kini 80 persen ekonomi dunia dikuasai oleh tidak lebih dari 20 persen orang, sedangkan 20 persen aset dunia terdistribusi kepada 80 penduduk dunia. Sebagian besar rakyat di negara dunia ketiga dan bekas negara komunias berpenghasilan US $ 1 sampai US $ 2 per hari. Komposisi yang sama, menurut Direktur ECONIT Hendri Saparini, tercermin dalam penguasaan aset nasional Indonesia. Jika mesin birokrasi dunia ini terus berjalan seperti sekarang maka mungkin dengan berjalannya waktu komposisi itu tidak semakin adil melainkan semakin senjang.Selengkapnya: Gerakan Islam dan HAM

Comments

Popular posts from this blog

prediksi bencana alam

Best Free Software

Tesla Unveils Cybercab: The Future of Autonomous Transportation